12 March 2025
HomeBeritaRuben Nyong Poety, ASN yang Tak Lelah Menanti Keadilan

Ruben Nyong Poety, ASN yang Tak Lelah Menanti Keadilan

Waikabubak-Penerapan hukum di negeri ini masih menjadi persoalan serius. Sebab, tidak jarang, penerapan hukum menyodorkan pesan yang sangat telanjang dan terkadang sangat melukai rasa keadilan. Belum lama ini, misalnya, ada penyidik dari kepolisian di KPK yang nyata-nyata tidak lolos test, tetapi justru bisa akomodir lembaga negara yang lain. Begitu juga, kasus yang paling mutakhir mengenai adanya dua perwira polisi, yang nyata-nyata divonis bersalah karena kasus korupsi, tetapi diaktifkan kembali di institusi kepolisian.

Namun, kisah ini tidak berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumba Barat Daya, NTT, Ruben Nyong Poety, S.Sos, yang menjalani proses hukum tapi diberhentikan dari ASN. Padahal, kasus yang dituduhkan menyisakan beragam kejanggalan. Dia sudah menjalani hukuman, tetapi diberhentikan lagi dari ASN, yang mungkin saja hukuman ini tidak setimpal dan sangat berlebihan, kalau dibandingkan dengan kisah manis dua perwira polisi, yang boleh berdinas kembali. Hukum yang sama, di negara yang sama, tapi kalau berbeda perlakuan, bukan saja melukai keadilan, tapi ada diskriminasi yang sangat terang benderang.

Ruben Nyong Poety mengisahkan, kasusnya bermula ketika sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menangani pengadaan tiga Unit Truk Angkutan Darat Pedesaan Barang dan Orang senilai Rp.1,062,600,000. Ketiga truk ini tiba di Sumba, yakni dua unit tiba pada 25 Desember 2011 dan satu unit baru tiba pada 5 Januari 2012, meski terlambat karena adanya demo besar-besaran, dimana masyarakat Bima dan Sape menduduki pelabuhan penyeberangan fery. Mereka menolak Keputusan Bupati Bima Tentang Izin Tambang Emas.

Ruben Nyong Poety diproses hukum dengan bukti berupa Berita Acara PHO yang palsu, kemudian difoto kopi tanpa menghadirkan dokumen yang asli. “Saya tanya kepada jaksa di persidangan, tetapi tidak pernah ada yang menjelaskan sampai hari ini,” tutur Ruben Nyong Poety, Kamis (9/6/2022).

Dia mengatakan, dirinya sudah melakukan berbagai upaya hukum, tapi tidak pernah membuahkan hasil dan dirinya harus menanggung atas apa yang tidak diperbuatnya. Apalagi, katanya, dirinya diberhentikan dari ASN. Untuk itu, dirinya akan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan keadilan.

“Saya juga sudah menyurati Presiden, Komisi Yudisial dan berbagai institusi negara terkait, tetapi tidak pernah mendapatkan tanggapan. Tapi, saya akan tetap memperjuangkan keadilan,” tegas Ruben Nyong Poety.

Ruben menjelaskan, ternyata hasil Audit BPK RI pada Dinas Perhubungan, komunikasi dan Informatika Kabupaten Sumba Barat Daya atas pengadaan 3 Unit Truk Angkutan Darat Pedesaan Barang dan Orang adalah temuan administrasi kendaraan sebesar Rp.136, 650,000. Dari temuan itu, BPK RI menetapkan Direktur CV. Budi Luhur sebagai yang bertanggung jawab untuk segera menyetor kembali Keuangan Administrasi kendaraan tersebut ke KAS Negara.

Saat proses sidang, katanya, dia berusaha mendapatkan laporan hasil pemeriksaan BPK, tapi tidak diberikan dan mengalami kesulitan yang luar bisa.

“Saya didakwa ikut secara bersama-sama memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan tuduhan JPU bahwa saya ikut menandatangani Berita Acara PHO. Tuduhan tersebut tidak memenuhi rasa keadilan bagi saya karena saya tidak pernah membuat atau memerintahkan membuat Berita Acara PHO, apalagi menandatanganinya.

Menurut Ruben, dirinya tidak akan berhenti mencari keadilan, karena dia tdaik melakukan apa yang dituduhkan kepadanya. Dia mencatat setidaknya ada 12 kejanggalan dalam proses terhadap dirinya.

Pertama, saya ditetapkan jadi tersangka dengan Berita Acara PHO yang difoto copy dan dipalsukan tanpa ada dokumen aslinya.

Kedua, biaya/anggaran/uang yang 70% sudah cair pada tanggal 20 Desember 2011 Rp.744.000.000, tapi truk belum ada.

Ketiga, saya mau ajukan saksi ahli tapi tidak diterima oleh Jaksa I Made Pasek Budiawan saat membuat BAP.

Keempat, Kejari Waikabubak saat itu, Yulianto, SH, MH melarang saya untuk menggunakan jasa Pengacara sendiri, tetapi harus pakai pengacara yang ditunjuk negara.

Kelima, permintaan untuk melakukan uji forensik atas keaslian tanda tangan saya tidak dilakukan.

Keenam, selesai sidang pertama tanggal, 4 Nopember 2013 JPU I Made Pasek Budiawan,SH, menelpon Kejari Waikabubak untuk lapor bahwa hasil sidang sudah berjalan sesuai skenario.

Ketujuh, Berita Acara PHO yang palsu dibuat oleh Paulus Rua Pala, SE atas suruhan Anderias Lelu Ngongo sesuai pengakuan saksi dalam persidangan.

Kedelapan, Didit Agung Nugroho,SH, dua kali datang di Rutan Kupang untuk meminta uang Rp.45.000.000.

Kesembilan, pencairan dana yang 70% ( Rp.744.000.000,-) dicairkan atas perintah Drs. Ngongo Ngindi (Kadis HUB SBD) pada saat itu, sesuai pengakuan saksi (Bendahara) di dalam persidangan.

Sepuluh, Berita Acara PHO yang palsu telah disita oleh Didit Agung Nugroho,SH saat sidang terakhir saksi mahkota, tetapi tidak jelas keberadaan berita acara itu.

Sebelas, hasil audit BPK pada Dishub Kominfo SBD bahwa kerugian Negara sebesar Rp.136.650.000 ditanggung oleh kontraktor.

Duabelas, kontraktor sudah membuat surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan kelengkapan administrasi kendaraan tiga unit truk sebanyak 6 kali.

Selain itu, kata Ruben, dirinya masih menanti agar Jaksa Didit Agung Nugroho,SH menunjukkan Berita Acara PHO yang asli. “Saya juga mohon Polres Sumba Barat untuk melakukan penyidikan ulang dari awal atas masalah pengadaan 3 unit truk pada Dishub Kominfo Kabupaten Sumba Barat Daya tahun 2011,” katanya.

Ruben meminta kepada Polres Sumba Barat untuk memproses laporannya tentang pemalsuan tanda tangannya. “Saya minta ditindaklanjuti karena laproan sudah lama sejak tanggal 26 Mei 2014, tapi tidak ada perkembangan,” jelas Ruben.(den)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU