Jakarta-Pengangkatan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog semakin menambah deretan TNI aktif yang menduduki jabatan sipil. Banyaknya prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil juga menegaskan sistem pemerintahan di Indonesia mengarah kepada perluasan otoritas militer ke dalam kehidupan sipil.
Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative, Al Araf dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (11/02/2025). Hal itu menanggapi keputusan Menteri BUMN, Erick Thohir telah mengangkat Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog pada 7 Februari 2025.
Secara moral dan politik, jelas Al Araf, tindakan ini telah menyalahi prinsip demokrasi dan menciderai semangat reformasi. Jika mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, pengangkatan prajurit TNI aktif sebagai Direktur Utama Bulog jelas melanggar UU TNI, khususnya Pasal 47 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”. Tindakan tersebut menunjukkan cerminan Negara Kekuasan, bukan Negara Hukum, dimana atas kehendak kekuasaan akhirnya hukum dilanggar dan diabaikan. Hal ini berbahaya dan menjadi ancaman nyata demokrasi di Indonesia.
Menteri BUMN menyatakan (10/02/2025) alasan atas keputusan dan pengangkatan TNI aktif menjadi Dirut BUMN adalah dalam rangka penyegaran pada perusahaan pangan tersebut. Kapuspen TNI juga menyebutkan (10/02/2025) bahwa penunjukan Mayen Novi berdasarkan hasil kesepakatan bersama (MoU) antara TNI dengan Kementerian BUMN pada 2024 lalu tentang sinergitas tugas dan fungsi TNI dan Kementerian BUMN yang bertujuan meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang strategis untuk mendukung pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya, S.I.P., M.I.P. yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Teritorial Panglima TNI, kini dipercaya memimpin Perum BULOG. Novi Helmy Prasetya akan memulai masa baktinya sebagai Direktur Utama bersama dengan Direktur Keuangan Hendra Susanto. Sedangkan, Hendra Susanto yang dipercaya menjabat sebagai Direktur Keuangan Perum BULOG sebelumnya adalah Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Al Araf mengatakan, CENTRA Initiative Indonesia sangat menyesalkan hal ini karena semakin menambah deretan TNI aktif yang menduduki jabatan sipil. Penempatan TNI aktif pada jabatan-jabatan sipil sebenarnya diatur dalam UU TNI Pasal 47 Ayat (2), namun terbatas pada jabatan yang berkaitan dengan urusan pertahanan. Terdapat 10 kementerian dan lembaga yang disebutkan dalam pasal tersebut, antara lain kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Mengacu pada UU TNI, jabatan direktur pada lembaga-lembaga di bawah BUMN, seperti Bulog, tidak diperbolehkan dijabat oleh TNI aktif. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengangkatan TNI aktif menjadi Dirut Bulog telah menyalahi dan melanggar UU TNI.
CENTRA Initiative Indonesia menyampaikan perhatiannya terkait hal ini karena beberapa hal:
Pertama, pegangkatan TNI aktif menjadi Direktur Utama Bulog semakin mempertegas kembalinya dwifungsi TNI, seperti yang pernah terjadi pada masa otoritarian Orde Baru, dimana TNI aktif dapat dengan mudah menduduki jabatan-jabatan sipil. Penempatan TNI aktif di jabatan sipil yang mengabaikan hukum akan berdampak pada menguatnya militerisme ke dalam lembaga sipil, serta memengaruhi profesionalisme pemerintahan sipil dan mengganggu jenjang karir di birokrasi sipil.
Kedua, penempatan TNI di jabatan sipil menunjukkan semakin mundurnya profesionalisme TNI sebagai unit pertahanan negara. Seharusnya TNI lebih fokus memperkuat dirinya dengan spesialisasi, kompetensi dan pengalaman militer untuk kemudian siap menghadapi ancaman pertahanan (eksternal) dan perang modern . Pelibatan TNI ke ranah sipil untuk berbisnis dan memimpin perusahaan negara justru menciderai profesionalisme TNI yang hingga saat ini masih memiliki banyak rapor merah.
Ketiga, belum jelasnya pengaturan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh TNI aktif. Misalnya, kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala BASARNAS yang menimbulkan konflik kewenangan antara KPK dan TNI. Sebelum adanya peradilan sipil bagi para pejabat TNI yang menduduki jabatan sipil, penempatan TNI dalam jabatan sipil sangat rentan memunculkan kekisruhan hukum di kemudian hari.
Al Araf menegaskan, dengan semangat reformasi dan Negara hukum, berdasarkan Undang-undang Dasar, serta semangat membangun TNI yang profesional dalam bingkai Negara Republik Indonesia yang demokratis, CENTRA Initiative Indonesia mendesak Menteri BUMN, Erick Thohir serta Presiden Republik Indonesia, untuk meninjau kembali penunjukan ini. DPR harus segera memanggil Menteri BUMN untuk di evaluasi terkait pengangkatan ini. Semangat memajukan Indonesia tidak semestinya harus melangkahi prinsip demokrasi dan semangat reformasi dan melanggar hukum/undang-undang.(dd)