12 March 2025
HomeBeritaMinim Prestasi dan Intimasi TPDI, Kajari Ende akan Dilaporkan ke Jaksa Agung

Minim Prestasi dan Intimasi TPDI, Kajari Ende akan Dilaporkan ke Jaksa Agung

JAKARTA, SHNet – Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Romlan Robin, tengah dipertimbangkan untuk dilaporkan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, Dr ST Burhanuddin SH.

Karena hingga Selasa, 18 Januari 2022, Kajari Ende, Romlan Robin belum mengambil langkah-langkah hukum apapun untuk memproses hukum seputar Catatan Pengeluaran Uang Persediaan (UP) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ende, Tahun Anggaran 2020, tanggal 1 Oktober 2020, yang dibuat dan ditandatangani Rustam Rado, selaku Bendahara Sekretaris DPRD Kabupaten Ende.

Padahal catatan Rustam Rado yang bermuatan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dimaksud sudah beredar luas di tengah masyarakat beberapa minggu terakhir, sudah dibaca Kepala Kejaksaaan Negeri (Kajari)i Ende, Romlan Robin.

Tetapi lagi-lagi reaksi yang muncul Kajari Ende, bukannya membentuk tim penyelidik untuk suatu penyelidikan atas dugaan KKN terkait catatan Rustam Rado dengan memanggil Rustam Rado, Erik Rede, dan kawan-kawan dimintai pertanggungjawaban pidana, tetapi balik mengancam Petrus Selestinus.

Kajari Ende, Romlan Robin, malah ingin memutarbalikkan posisi dengan menempuh jalur hukum, manakala Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), tidak bisa membuktikan pernyataannya bahwa Emanuel Rede, diintimidasi Kejari Ende.

Ini namanya intimidasi, tapi biarkan saja. Masyarakat tidak takut dan Tim Koordinator Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) tidak takut diintimidasi.

Mengancam partisipasi publik

Sebagai seorang Kajari Ende, Romlan Robin setidak-tidaknya patut menduga bahwa ultimatumnya melalui ekspose media agar Erik Rede meminta maaf dan mengklarifikasi ke media dan akan memproses hukum Petrus Selestinus, merupakan cara yang tidak terpuji.

Karena bersifat intimidatif ketika ditarik garis kekuasaan seorang Kajari sebagai penentu kebijakan penegakan hukum di wilayah Kabupaten Ende.

Soal Romlan Robin mau menempuh jalur hukum silakan. Itu lumrah dan manusiawi. Akan tetapi mana yang lebih substantif dari sikap menempuh jalur hukum pilihan Romlan Robin, apakah menindak Petrus Selestinus menjadi misi utama Kejaksaan Republik Indonesia?

Atau memproses hukum orang-orang yang diduga telah melakukan korupsi, sebagaimana nama-namanya dicatat Rustam Rado (Jaksa, Erikos Rede, Feri Taso dan kawan-kawan) dalam catatannya?

Kita tidak mengerti cara berpikir Kajari Ende, Romlan Robin, menyikapi peran serta masyarakat sebagai partner Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Peran serta masyarakat itu bukan saja penting dan harus dilindungi, tetapi juga harus diberi pengharagaan.

Karena soal peran serta masyarakat ini Jaksa Agung Republik Indonesia dalam acara Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) beberapa waktu yang lalu mendapat sorotan tajam khususnya Kejaksaan Tinggi NTT.

Karena Pelapor yang berpartisipasi, diintimidasi, diperas dan dijadikan tersangka, sehingga inilah yang merusak program Jaksa Agung dalam penegakan hukum.

Kajari Ende yang congkak

Dalam benak Romlan Robin, Kajari Ende, informasi publik sebagai wujud partisipasi mastarakat justru dibalas dengan narasi yang bermuatan intimidasi dan meminta pihak-pihak tertentu, meminta maaf bahkan mengancam akan menempuh jalur hukum terkait pernyataan Petrus Selestinus soal adanya kesan Kajari Ende, Romlan Robin memgintimidasi Erik Rede dengan meminta maaf dan klarifikasi ke publik.

Ini namanya Jaksa yang sok kuasa, tanpa rasa malu, congkak dan sewenang-wenang, karena tanpa memahami substansi masalah yang sebenarnya.

Mengekspose ke media, mendahului proses hukum atas dugaan korupsi dan mengancam menempuh jalur hukum terhadap Petrus Selestinus, hanya karena terdapat penilaian bahwa Kajari Ende terkesan mengintimidasi Erik Rede.

Maka sungguh malang nasib warga di Kabupaten Ende, karena memiliki seorang Kajari dengan kualitas dan kapasitas yang rendah, hingga minim prestasi, tetapi banyak bacot.

Karena dalam sikap dan perilaku penegakan hukum lebih mengedepankan sikap reaktif dan intimidatif terhadap peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Karena itu, jika hingga minggu depan, Romlan Robin, tidak memproses dugaan korupsi dalam catatan Pengeluaran Uang Persediaan Sekretariat DPRD Kaupaten Ende Tahun Anggaran 2020, maka TPDI akan melaporkan kasus ini, kepada Jaksa Agung Republik Indonesia di Jakarta.

Apabila dilaporkan ke Kejaksaaan Agung Republik Indonesia, dan yang menjadi Terlapor, sebagai berikut:

Pertama, Kepala Kejaksaan Negeri Ende, Romlan Robin.

Kedua, Erik Rede.

Ketiga, Rustam Rado.

Keempat, Fery Taso, dan kawan-kawan.

Dalam laporan resmi ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta, nanti Tim Koordinator Pembela Demokrasi Indonesia, mendesak para pihak itu dilakukan suatu penyelidikan secara projustitia, guna membuat terang masalahnya.*

Jakarta, 18 Januari 2022

Petrus Selestinus, Koordinator Tim Koordinator Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) & Advokat Peradi

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU